Aturan Baru CDOB 2025 yang Lebih Aman, Transparan dan Efisien

CDOB 2025

Kebijakan Sertifikasi dan Perizinan Berusaha

Sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan digitalisasi, CDOB 2025 memperkenalkan perubahan fundamental dalam tata cara sertifikasi dan perizinan. Bab ini merangkum kebijakan administratif yang wajib dipahami oleh pelaku usaha.

  1. Integrasi dengan OSS RBA
    Proses penerbitan Sertifikat CDOB kini terintegrasi penuh dengan sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA). Sertifikat CDOB dikategorikan sebagai Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU).
    • Mekanisme Baru: Pelaku usaha mengajukan permohonan melalui OSS, yang kemudian akan diteruskan ke sistem sertifikasi BPOM (e-sertifikasi) untuk evaluasi teknis.
    • Pembaruan Data: Segala perubahan data (alamat, penanggung jawab, nama perusahaan) harus dimutakhirkan terlebih dahulu di Nomor Induk Berusaha (NIB) pada sistem OSS sebelum mengajukan perubahan sertifikat CDOB.
  2. Penyederhanaan Sertifikat (Simplifikasi)
    Sebelumnya, satu PBF mungkin memiliki banyak lembar sertifikat untuk setiap komoditi (Sertifikat Obat, Sertifikat Bahan Obat, Sertifikat CCP, dll). Dalam kebijakan terbaru, sertifikat disederhanakan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI):
    • KBLI 46441 (Perdagangan Besar Obat Farmasi): PBF hanya akan memiliki 1 (satu) Sertifikat CDOB yang di dalamnya mencantumkan ruang lingkup yang disetujui (misal: Obat Lain, Produk Rantai Dingin, Narkotika).
    • KBLI 46447 (Perdagangan Besar Bahan Farmasi): PBF Bahan Obat akan memiliki 1 sertifikat dengan ruang lingkup Bahan Obat dan/atau Bahan Obat Rantai Dingin. Kebijakan ini bertujuan mengurangi beban administrasi dan memudahkan pengawasan.
  3. Kewajiban Sertifikasi bagi PSE
    Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) farmasi kini diwajibkan memiliki sertifikat CDOB secara eksplisit.
    • KBLI 63122: Portal web dan/atau platform digital dengan tujuan komersial untuk distribusi obat harus memiliki sertifikat CDOB dengan ruang lingkup Transaksi Elektronik.
    • Syarat Kunci: PSE harus mampu membuktikan validasi sistem elektroniknya, keamanan data, dan fitur pencegahan transaksi oleh pihak yang tidak berwenang (sistem lock pelanggan).
  4. Masa Berlaku dan Perpanjangan
    Sertifikat CDOB berlaku selama 5 (lima) tahun. Fasilitas distribusi wajib mengajukan perpanjangan (resertifikasi) paling cepat 12 bulan dan paling lambat 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Keterlambatan pengajuan dapat berisiko pada pembekuan operasional sementara hingga sertifikat baru terbit. Selain itu, kini tersedia fitur Pencabutan Mandiri di aplikasi bagi sarana yang ingin menutup usahanya secara resmi untuk menghindari penyalahgunaan data di kemudian hari.

Kesimpulan

Implementasi Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2025 menuntut transformasi menyeluruh: dari kepatuhan teknis di lantai gudang hingga kepatuhan administratif di meja direksi. Integrasi sertifikasi CDOB ke dalam sistem OSS RBA menandai era baru transparansi dan efisiensi, sementara pengetatan standar teknis menjamin keamanan pasokan obat nasional.

Read More

Bagi manajemen puncak, prioritas utama saat ini adalah memastikan:

  1. Kesiapan infrastruktur dan SDM untuk memenuhi standar teknis (Bab 1-12).
  2. Legalitas perusahaan telah sesuai dengan KBLI terbaru di sistem OSS untuk kelancaran sertifikasi.

Dengan mematuhi CDOB 2025, fasilitas distribusi tidak hanya terhindar dari sanksi tegas seperti pemblokiran sistem elektronik, tetapi juga berkontribusi langsung pada ketahanan kesehatan nasional dengan menjamin setiap butir obat yang sampai ke pasien adalah obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu.


Download Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2025 tentang Standar Cara Distribusi Obat yang Baik dibawah ini:

Powered By EmbedPress

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *