Lanskap distribusi farmasi di Indonesia tengah mengalami transformasi monumental seiring dengan diterbitkannya Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 Tahun 2025 tentang Standar Cara Distribusi Obat yang Baik (selanjutnya disebut CDOB 2025 atau CDOB Terbaru). Regulasi ini bukan sekadar revisi administratif dari aturan sebelumnya, melainkan sebuah respons strategis terhadap dinamika global, kebutuhan harmonisasi standar internasional, dan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
Dalam dekade terakhir, kompleksitas rantai pasok obat telah meningkat secara eksponensial. Munculnya perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce farmasi), risiko infiltrasi obat palsu yang semakin canggih, serta kebutuhan penanganan khusus untuk produk biologi dan vaksin, menuntut kerangka regulasi yang lebih adaptif dan ketat. CDOB berfungsi sebagai benteng pertahanan mutu, memastikan bahwa khasiat dan keamanan obat yang diproduksi oleh industri farmasi tetap terjaga hingga sampai ke tangan pasien. Tanpa penerapan CDOB yang konsisten, segala upaya penjaminan mutu di lini produksi (CPOB) akan sia-sia jika produk rusak atau terpapar kondisi ekstrem selama proses distribusi.
Artikel ini menyajikan analisis komprehensif, bab demi bab, mengenai implikasi, perubahan teknis, dan strategi implementasi CDOB 2025. Fokusnya mencakup standar teknis operasional hingga kebijakan administratif sertifikasi terbaru yang terintegrasi dengan sistem perizinan nasional (OSS).
Urgensi dan Latar Belakang Strategis
Perubahan regulasi ini didorong oleh beberapa faktor fundamental. Pertama, harmonisasi dengan standar global, khususnya WHO Technical Report Series 1025 Annex 7 (2020) dan pedoman PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme), yang menuntut standar penyimpanan dan distribusi yang lebih tinggi. Kedua, integrasi sistem perizinan berusaha berbasis risiko (OSS-RBA) yang mensyaratkan penyederhanaan namun pengetatan pada aspek pengawasan post-market. Ketiga, pengakuan formal terhadap entitas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam ekosistem distribusi obat, yang sebelumnya berada di area abu-abu regulasi.Aspek Perubahan Regulasi Lama (PerBPOM 9/2019 & 6/2020) Regulasi Baru (CDOB 2025 / PerBPOM 20/2025) Pendekatan Mutu Berbasis Kepatuhan (Checklist) Berbasis Risiko (Risk-Based Approach) & Manajemen Risiko Mutu (QRM) Sertifikasi Terpisah per komoditi (banyak sertifikat) Terintegrasi per KBLI (Satu sertifikat dengan rincian ruang lingkup) Dokumentasi Retensi dokumen 3 tahun Retensi dokumen minimal 5 tahun (menyesuaikan kedaluwarsa tuntutan hukum) Lingkup PSE Belum diatur secara spesifik dalam CDOB PSE wajib bersertifikat CDOB dan menerapkan standar distribusi digital Sanksi Administratif standar Lebih tegas, termasuk pemblokiran sistem elektronik
Analisis Tabel: Pergeseran ini menunjukkan bahwa CDOB 2025 menuntut industri untuk tidak hanya “mencatat” tetapi “menganalisis”. Selain itu, simplifikasi sertifikasi melalui OSS bertujuan meningkatkan efisiensi birokrasi tanpa mengurangi ketatnya pengawasan mutu.
Bab 1: Manajemen Mutu – Pergeseran Tanggung Jawab ke Puncak Pimpinan
Inti dari perubahan dalam CDOB terbaru terletak pada Bab 1. Jika sebelumnya beban kepatuhan sering kali dianggap sebagai domain eksklusif bagian Quality Assurance (QA) atau Apoteker Penanggung Jawab (APJ), regulasi anyar ini menempatkan tanggung jawab mutu secara tegas di pundak Manajemen Puncak (Direksi/Pimpinan Perusahaan).
- Kepemimpinan dan Komitmen Manajemen
Dalam CDOB 2025, fasilitas distribusi dan PSE/PPMSE wajib menetapkan manajemen puncak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab tertinggi untuk memobilisasi sumber daya guna mencapai kepatuhan. Ini adalah perubahan paradigma yang krusial. Manajemen puncak tidak bisa lagi berdalih “tidak tahu teknis” jika terjadi pelanggaran. Mereka harus memimpin tinjauan manajemen, memastikan ketersediaan sumber daya (manusia, infrastruktur, finansial), dan menetapkan sasaran mutu yang terukur.
Implikasi praktisnya adalah direksi harus terlibat dalam rapat tinjauan manajemen (Management Review Meeting) secara berkala. Agenda rapat tidak hanya membahas target penjualan, tetapi juga metrik kepatuhan CDOB seperti:- Capaian inspeksi diri.
- Tren keluhan pelanggan.
- Efektivitas pelatihan personil.
- Status tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA).
- Sistem Mutu dan Manajemen Risiko Mutu (QRM)
Sistem mutu dalam CDOB harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya. Namun, “jantung” dari sistem ini adalah Manajemen Risiko Mutu (QRM). CDOB 2025 mewajibkan penggunaan QRM secara proaktif dan retrospektif.
Evaluasi risiko harus didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan pengalaman terhadap proses, dengan prioritas utama perlindungan pasien. Fasilitas distribusi harus mampu menjawab pertanyaan: “Apa yang bisa salah?”, “Seberapa besar kemungkinannya?”, dan “Apa dampaknya terhadap pasien?”.
Contoh Penerapan QRM dalam Distribusi:- Skenario: Pengiriman obat ke daerah terpencil menggunakan vendor transportasi baru.
- Identifikasi Risiko: Potensi kerusakan obat akibat suhu truk yang tidak stabil (Failure Mode).
- Analisis Risiko: Dampak ‘Kritis’ (obat rusak bisa membahayakan nyawa), Probabilitas ‘Sedang’ (vendor baru belum teruji).
- Evaluasi Risiko: Risiko dinilai ‘Tinggi’.
- Pengendalian Risiko: Mewajibkan validasi rute sebelum kontrak, penggunaan data logger ganda, dan audit fisik kendaraan vendor.
- Tinjauan Risiko: Mengevaluasi data suhu dari 5 pengiriman pertama.
Tingkat formalitas dan dokumentasi dari proses QRM ini harus setara dengan tingkat risiko yang ditimbulkan.
- Kebijakan Mutu Terdokumentasi
Kebijakan mutu harus menjadi dokumen tertulis yang menguraikan maksud keseluruhan perusahaan terkait mutu. Dokumen ini bukan sekadar pajangan dinding, tetapi harus dipahami oleh setiap personil, mulai dari satpam hingga direktur utama. Kebijakan ini harus mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan CDOB 2025 dan melakukan perbaikan berkelanjutan.
Bab 2: Organisasi, Manajemen, dan Personalia
Keberhasilan implementasi CDOB sangat bergantung pada faktor manusia. Bab ini menegaskan bahwa struktur organisasi harus jelas, dan setiap personil harus memahami tanggung jawab mereka.
- Peran Sentral Apoteker Penanggung Jawab (APJ)
Posisi APJ dalam CDOB terbaru diperkuat kewenangannya. APJ bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan sistem mutu dan pemastian bahwa operasional sesuai dengan regulasi. Tugas APJ meliputi, namun tidak terbatas pada:- Menyusun dan memelihara sistem mutu.
- Mengelola keluhan dan obat kembalian.
- Memastikan pelatihan personil berjalan.
- Mengambil keputusan akhir untuk meluluskan (release) atau menolak (reject) obat ke stok jual.
- Melaporkan kegiatan alih daya dan melakukan kualifikasi pemasok/pelanggan.
Regulasi memperbolehkan pendelegasian tugas APJ kepada apoteker lain yang terkualifikasi (delegasi mandat), namun tanggung jawab hukum tetap melekat pada APJ utama. Pendelegasian ini harus tertulis dan hanya untuk tugas operasional rutin, bukan untuk keputusan strategis yang krusial.
- Pelatihan dan Kompetensi Personil
Pelatihan adalah pilar kompetensi. CDOB 2025 mewajibkan program pelatihan yang komprehensif:- Pelatihan Dasar: Pengenalan teori CDOB bagi karyawan baru.
- Pelatihan Khusus: Untuk personil yang menangani produk berisiko tinggi seperti Produk Rantai Dingin (CCP), Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP), serta bahan berbahaya/radioaktif.
- Pelatihan Penyegaran: Dilakukan berkala untuk memastikan kompetensi tetap terjaga.
Poin pentingnya adalah Evaluasi Efektivitas Pelatihan. Fasilitas distribusi harus membuktikan bahwa pelatihan benar-benar meningkatkan kompetensi, misalnya melalui post-test atau observasi kinerja pasca-pelatihan.
- Higiene dan Integritas Personil
Personil harus menerapkan higiene yang tinggi. Lebih krusial lagi, CDOB 2025 menuntut adanya kode etik (codes of practice) untuk mencegah penyalahgunaan obat, pencurian, atau diversi oleh “orang dalam”. Fasilitas distribusi harus memiliki prosedur pencegahan, seperti pemeriksaan latar belakang karyawan (background check) dan sistem keamanan internal untuk mendeteksi anomali stok yang mengindikasikan pencurian internal.






