Standar Terbaru Izin PBF, PBF Bahan Obat, dan PSEF Distribusi Tahun 2025

Izin PBF, PBF Bahan Obat, dan PSEF Distribusi

Regulasi bidang kesehatan dan farmasi di Indonesia terus mengalami pembaruan demi menjamin keamanan sediaan farmasi serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Memasuki akhir tahun 2025, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menetapkan standar baru dalam Permenkes No. 11 Tahun 2025 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Bagi para pelaku usaha di sektor ini, memahami seluk-beluk Izin PBF, PBF Bahan Obat dan PSEF Distribusi menjadi fondasi utama untuk memastikan keberlangsungan bisnis yang legal dan patuh aturan.

Regulasi ini secara komprehensif mengatur pemenuhan standar untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF), Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF Bahan Obat), serta memperkenalkan kerangka kerja baru untuk Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) Distribusi.

Read More

Era Baru Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (OSS)

Perubahan mendasar dalam regulasi ini adalah penegasan kembali bahwa perizinan berusaha di sektor distribusi farmasi dikategorikan sebagai usaha dengan Tingkat Risiko Tinggi. Hal ini berlaku baik untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF) maupun PBF Bahan Obat.

Dalam skema Online Single Submission (OSS) yang baru, pelaku usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha (PB) berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin. Pemerintah bertujuan menyederhanakan proses namun memperketat pengawasan. Penerapan ini diharapkan menjadikan perizinan lebih efektif karena terintegrasi secara pusat, memberikan kepastian hukum terkait jangka waktu (SLA), dan menjamin kualitas layanan.


Kewenangan dan Durasi Penerbitan Izin

Para pelaku usaha perlu memperhatikan pembagian kewenangan penerbitan izin agar tidak salah alamat dalam pengajuan:

  • PBF Pusat dan PBF Bahan Obat Pusat
    Kewenangan berada di tangan Menteri Kesehatan atau Kepala Badan.
  • PBF Cabang dan PBF Bahan Obat Cabang
    Kewenangan berada di tangan Gubernur.

Kabar baik bagi pelaku usaha adalah adanya kepastian waktu. Jangka waktu penerbitan izin ditetapkan selama 4 hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap. Namun, izin ini hanyalah langkah awal. Setelah mengantongi izin sebagai PBF, pelaku usaha memiliki kewajiban mutlak untuk mengurus Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB-UMKU) berupa sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).


Standar dan Syarat Mutlak PBF serta PBF Bahan Obat

Berdasarkan Permenkes No. 11 Tahun 2025, terdapat persyaratan ketat yang harus dipenuhi dalam standar kegiatan usaha.

  1. Pelaku Usaha dan SDM
    Pelaku usaha PBF dan PBF Bahan Obat harus berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Komponen paling krusial dalam operasional PBF adalah keberadaan Apoteker Penanggung Jawab (APJ). APJ wajib bekerja penuh waktu (full-time) di setiap lokasi yang memiliki kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran. Hal ini dibuktikan dengan Surat Tanda Registrasi (STR), surat pernyataan bekerja penuh waktu, dan perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris.
  2. Lokasi dan Bangunan
    Lokasi usaha yang terdiri dari kantor dan gudang harus memadai. Menariknya, regulasi memperbolehkan lokasi gudang terpisah dari kantor asalkan tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal. Gudang harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin keamanan dan mutu obat, serta memiliki area terpisah untuk jenis produk tertentu sesuai prinsip CDOB.
  3. Kewajiban Operasional
    Setelah izin terbit, pelaku usaha diberikan waktu paling lambat 12 bulan untuk memenuhi kewajiban memiliki sertifikat CDOB. Selain itu, PBF dilarang keras melakukan distribusi jika terjadi kekosongan APJ. PBF juga diwajibkan menyampaikan laporan kegiatan usaha (penerimaan dan penyaluran) setiap bulan melalui sistem informasi kesehatan yang terintegrasi secara nasional.
  4. Penyesuaian Lampiran Data Teknis
    Dalam pembaharuan regulasi ini terdapat perbedaan signifikan dari lampiran data teknis untuk PBF dan PBF Bahan Obat menurut Permenkes No. 11 Tahun 2025 yaitu tidak adanya masa berlaku perizinan yang tertera selama pelaku usaha masih aktif dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga penyesuaiannya pada lampiran data teknis hanya akan tertera seperti status permohonan, alamat gudang, nama Apoteker Penanggung Jawab dan Nomor STRA dari APJ. Penyesuaian ini akan berlaku setelah tanggal 5 Oktober 2025 melalui OSS.

Mengenal PSEF Distribusi

Salah satu terobosan besar dalam regulasi ini adalah pengaturan spesifik mengenai Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) Distribusi. Ini adalah respon pemerintah terhadap digitalisasi bisnis farmasi. PSEF Distribusi didefinisikan sebagai pelaku usaha yang menyediakan, mengelola, atau mengoperasikan sistem elektronik komersial untuk keperluan distribusi obat dan perbekalan kesehatan lainnya.

Syarat dan Ketentuan PSEF Distribusi

Izin ini dikategorikan sebagai PB-UMKU dengan kode KBLI 63122 (portal web/platform digital). Beberapa poin kunci meliputi:

  • Bukan Media Sosial
    Sistem elektronik yang digunakan harus berupa portal web atau platform khusus, bukan media sosial.
  • Kemitraan
    PSEF Distribusi yang bukan merupakan Industri Farmasi atau PBF, hanya boleh beroperasi jika telah bermitra dengan Industri Farmasi atau PBF yang memiliki sertifikat CDOB.
  • Masa Berlaku
    Tanda Daftar PSEF Distribusi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Proses penerbitan Tanda Daftar PSEF Distribusi memakan waktu sekitar 14 hari kerja. Dokumen yang wajib diunggah meliputi dokumen teknis proses bisnis, data APJ khusus PSEF, dan bukti sertifikasi penyelenggara sistem elektronik.


Distribusi ke Ritel Modern (HSM)

Regulasi yang diterbitkan oleh Kemenkes juga menata ulang alur distribusi obat bebas dan obat bebas terbatas ke gerai ritel seperti Hypermarket, Supermarket, dan Minimarket (HSM), peraturan ini tertuang pada Kepmenkes No. 01.07/MENKES/972/2025 tentang Pedoman Distribusi dan Penyerahan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas di HSM.

Penyaluran ke HSM kini mengenal konsep Pusat Distribusi atau Distribution Center (DC). DC diwajibkan memiliki izin PBF dan sertifikat CDOB. Alur distribusinya diatur ketat:

  • HSM Berjejaring
    Distribusi obat dilakukan terpusat melalui DC (yang berizin PBF) ke gerai-gerai HSM di wilayahnya.
  • HSM Mandiri
    Bagi minimarket yang tidak memiliki DC (mandiri), penyediaan obat dilakukan melalui kerja sama dengan Toko Obat, di mana satu Toko Obat maksimal melayani 5 gerai HSM mandiri.

Ketentuan Peralihan dan Perubahan Data

Bagi pelaku usaha yang sudah beroperasi, memahami ketentuan peralihan sangatlah penting. Izin PBF dan PBF Bahan Obat yang sudah diterbitkan sebelum implementasi OSS berbasis risiko (sebelum 5 Oktober 2025) dinyatakan tetap berlaku dan akan dimutakhirkan melalui sistem.

Namun, jika terjadi perubahan data teknis, pelaku usaha harus melakukan pengajuan perubahan:

  1. Perubahan APJ
    Cukup mengajukan permohonan perubahan data lampiran teknis dengan melampirkan berita acara serah terima dan dokumen APJ baru.
  2. Pindah Lokasi
    Jika terjadi perubahan alamat kantor atau gudang yang mengubah titik koordinat lokasi, pelaku usaha wajib mengajukan permohonan perizinan berusaha baru. Ini berbeda dengan sekadar perubahan nama jalan atau administrasi wilayah yang hanya membutuhkan pembaruan data.

Kesimpulan

Standar Izin PBF, PBF Bahan Obat dan PSEF Distribusi yang baru menuntut pelaku usaha untuk tidak hanya sekadar memiliki dokumen legalitas, tetapi juga menerapkan standar mutu (CDOB) secara disiplin dan beradaptasi dengan ekosistem digital (PSEF).

Dengan masa penerbitan izin yang lebih cepat (4 hari untuk PBF), pemerintah memberikan kemudahan di depan, namun menuntut kepatuhan ketat di belakang, terutama terkait sertifikasi CDOB dan pelaporan rutin. Pelaku usaha disarankan untuk segera melakukan audit internal terhadap kelengkapan dokumen APJ, kondisi sarana gudang, serta kesiapan sistem elektronik agar selaras dengan Permenkes No. 11 Tahun 2025 dan PP No. 28 Tahun 2025. Kepatuhan terhadap regulasi ini bukan hanya soal menghindari sanksi, tetapi juga kontribusi nyata dalam menjaga keamanan rantai pasok obat bagi masyarakat Indonesia.

Lihat selengkapnya Permenkes No. 11 Tahun 2025 dibawah ini:

Powered By EmbedPress

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *